Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kampus yang penuh dengan tugas kuliah, organisasi mahasiswa, dan mimpi-mimpi besar, ada satu nama yang mulai dikenal di kalangan akademisi muda Indonesia: Ahmad Rizki, mahasiswa Institut Agama Islam Ehmri (IAI Ehmri) di Kandis, Riau. Kisahnya bukan sekadar perjalanan akademik biasa, melainkan inspirasi tentang bagaimana semangat belajar dan ketekunan bisa membawa seseorang dari kampus kecil di pinggiran menjadi figur penting di dunia antropologi. Mari kita telusuri perjalanan sukses Rizki, yang kini menjadi contoh bagi generasi muda yang ingin mengeksplorasi ilmu sosial dengan sentuhan nilai-nilai Islam.

Awal Mula: Dari Kampung ke Gerbang Ilmu Pengetahuan
Rizki lahir dan besar di sebuah desa kecil di Riau, di mana kehidupan sehari-hari dipenuhi dengan cerita lisan leluhur, ritual adat, dan harmoni antara manusia dengan alam. Sejak kecil, ia terpesona dengan bagaimana masyarakatnya menjaga tradisi sambil beradaptasi dengan modernitas. “Saya selalu bertanya-tanya, kenapa orang desa saya masih percaya pada roh penjaga sawah, tapi juga pakai smartphone untuk jual hasil panen?” cerita Rizki dalam wawancara singkatnya baru-baru ini.Pada 2020, Rizki diterima di IAI Ehmri, sebuah institut yang lebih dikenal dengan program studi agama Islam. Namun, dengan semangat eksploratifnya, ia memilih jurusan Ilmu Sosial dan Humaniora, yang mencakup elemen antropologi dasar. Di sini, ia menemukan jembatan antara studi agama dan antropologi budaya. “Antropologi bagi saya seperti lensa untuk memahami Al-Quran dan Hadis dalam konteks masyarakat modern,” ujarnya. Kuliah di IAI Ehmri bukan tanpa tantangan. Fasilitas terbatas, jarak tempuh panjang dari rumah, dan kurangnya referensi buku antropologi klasik seperti karya Clifford Geertz membuat Rizki harus kreatif. Ia sering meminjam buku dari perpustakaan online dan bergabung dengan komunitas antropologi virtual di media sosial.
Titik Balik: Penelitian Lapangan yang Mengubah Hidup
Puncak perjalanan Rizki dimulai pada semester keenam, ketika ia memilih topik skripsi tentang “Antropologi Adat Berbasis Islam di Masyarakat Melayu Riau”. Dengan bimbingan dosen pembimbingnya, Dr. H. Ismail, M.A., Rizki melakukan penelitian lapangan selama enam bulan di desa-desa terpencil di Riau. Ia tinggal bersama keluarga lokal, ikut gotong royong, dan mendokumentasikan ritual zikir yang bercampur dengan elemen animisme pra-Islam.Proses ini tidak mudah. “Ada saat saya hampir menyerah karena hujan deras dan penolakan dari informan yang curiga dengan ‘orang kota’ seperti saya,” kenang Rizki. Namun, ketekunannya terbayar lunas. Skripsinya tidak hanya lulus dengan predikat cum laude, tapi juga dipublikasikan di jurnal nasional Jurnal Antropologi Indonesia pada 2023. Penelitiannya mengungkap bagaimana adat Melayu bertahan di era digital, menjadi referensi bagi peneliti lain yang mempelajari sinkretisme budaya Islam di Nusantara.Prestasi ini membuka pintu peluang baru. Rizki diundang sebagai pembicara di Konferensi Antropologi Muda Indonesia (KAMI) 2024 di Yogyakarta. Di sana, ia bertemu dengan profesor ternama dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yang terkesan dengan pendekatan interdisipliner Rizki. Hasilnya? Beasiswa S2 di Program Magister Antropologi UGM, yang dimulai pada 2024.
Dampak dan Inspirasi: Dari Mahasiswa ke Aktivis Budaya
Kini, di usia 24 tahun, Rizki bukan hanya mahasiswa biasa. Ia mendirikan “Ehmri Antro Circle”, sebuah komunitas mahasiswa IAI Ehmri yang fokus pada studi antropologi berbasis nilai-nilai Islam. Komunitas ini telah mengadakan workshop tentang etnografi digital, di mana peserta belajar mendokumentasikan budaya lokal menggunakan smartphone. “Saya ingin buktikan bahwa kampus kecil seperti IAI Ehmri bisa lahirkan pemikir besar,” katanya.Prestasi Rizki juga berdampak pada institusinya. Berkat advokasinya, IAI Ehmri kini menambahkan mata kuliah Antropologi Budaya sebagai pilihan wajib, menarik minat mahasiswa baru. Ia juga berkolaborasi dengan LSM lokal untuk melestarikan situs adat di Riau, mencegah hilangnya warisan budaya akibat pembangunan infrastruktur.
Pesan untuk Generasi Muda
Kisah Ahmad Rizki mengajarkan bahwa sukses di dunia antropologi โ atau bidang apa pun โ bukan tentang asal kampus atau fasilitas mewah, melainkan rasa ingin tahu dan komitmen untuk belajar dari masyarakat. “Antropologi mengajarkan kita untuk mendengar, bukan menghakimi. Dan itu juga pelajaran dari Islam: rahmatan lil alamin,” tutup Rizki.Bagi mahasiswa Ehmri atau kampus lain yang sedang membaca ini, ingatlah: setiap cerita budaya adalah harta karun. Mulailah dari mana pun Anda berada, dan dunia akan membuka jalannya.Artikel ini terinspirasi dari semangat mahasiswa IAI Ehmri dan dinamika studi antropologi di Indonesia. Jika Anda punya kisah serupa, bagikan di komentar!


Leave a Reply